ESENSINEWS.com – Kepolisian tengah menyelidiki kemungkinan pelanggaran pidana yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) dan pimpinan ormas itu, Rizieq Shihab, terkait pengumpulan massa di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta.
Namun kepolisian dituding FPI ‘tebang pilih kasus’ karena mempersoalkan acara peringatan Maulid Nabi dan pernikahan anak Rizieq, tapi membiarkan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan pejabat dan figur publik lain.
Di sisi lain, pakar hukum menilai penegakan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 semestinya bersifat administratif dan dilakukan pemerintah daerah.
Kalaupun hendak mempersoalkan kegiatan FPI, menurut Pengacara FPI, Aziz Yanuar, harus ada bukti sahih bahwa kegiatan mereka menimbulkan banyak kasus positif Covid-19 baru.
“Apa dasar menyebut pernikahan dan perayaan Maulid itu menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat? Apakah ada rekam medisnya? Belum ada,” ujar Aziz via telepon, Selasa (17/11/2020).
“Kalaupun nanti ada, bagaimana protokol kesehatan yang dilanggar pada peristiwa lain? Rapat koordinasi tingkat menteri di Bali, Juni lalu, tidak didenda. Pada ajang marathon di Magelang, penonton tidak jaga jarak.
“Saat Gibran Rakabuming mendaftarkan diri jadi calon wali kota Solo, September lalu, dia juga mengumpulkan massa. Kalau Rizieq dikenakan, yang lain juga harus dong. Ini tidak adil,” ujarnya.
Pada hari pertama penyelidikan, Polda Metro Jaya meminta keterangan dari sejumlah orang yang melihat, mengetahui, dan mendengar langsung dua kegiatan FPI dan Rizieq pada 14 November lalu.
Saat itu, Kepala Polri Jenderal Idham Aziz menyebut kerumunan massa tanpa protokol kesehatan menimbulkan keresahan masyarakat.
Salah satu orang yang pertama diperiksa polisi adalah Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies dipanggil untuk menerangkan status Jakarta saat dua kegiatan itu berlangsung.
Langkah kepolisian ini juga dianggap mengejutkan oleh dosen ilmu pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar.
Dia berkata, sejak awal pandemi Covid-19 kerumunan massa kerap terjadi dan berlalu tanpa penindakan hukum.
“Semestinya sejak awal ada konsistensi penegakan hukum terkait protokol kesehatan. Kita kaget setelah pulangnya Rizieq Shihab, pemerintah jadi tegas,” ujar Fickar saat dihubungi.
“Padahal sebelum dan setelahnya, ada kejadian yang bisa disimpulkan melanggar protokol kesehatan,” kata dia.
Namun kepolisian membantah melakukan ‘tebang pilih’ kasus. Penyelidikan terhadap dua kegiatan yang digelar FPI dan Rizieq Shihab diklaim sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengutamakan kesehatan masyarakat.
Pernyataan itu diutarakan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Awi Setiono.
“Perlu kami tegaskan, Kapolri sudah dua kali mengeluarkan maklumat terkait pengamanan protokol kesehatan. Bahkan terakhir Kapolri mengeluarkan surat telegram, 16 November lalu, yang intinya terkait protokol kesehatan di seluruh Indonesia,” kata Awi dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa sore.
“Polri mengacu pada asas salus populi suprema lex esto, yaitu keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
“Dalam kasus protokol kesehatan, semua sama, harus ditegakkan, siapa yang melanggar harus ditindak,” ujar Awi.
Dalam kasus Rizieq dan FPI, polisi mengacu pada Pasal 93 UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan.
Pasal itu memuat ancaman penjara maksimal satu tahun serta denda paling banyak Rp100 juta. Mereka yang bisa terjerat adalah orang yang tidak mematuhi atau menghalangi kekarantina kesehatan sehingga menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Selama pandemi Covid-19, tercatat baru satu orang bernama Wasmad Edi Susilo yang diseret ke pengadilan atas dugaan melanggar pasal itu.
Dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Tegal, Wasmad, yang berstatus Wakil Ketua DPRD Kota Tegal, didakwa karena menggelar konser dangdut 23 September lalu.
Ketika konser itu berlangsung, Peraturan Wali Kota Tegal wajib mengikuti protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19.
Bagaimanapun, Abdul Fickar menilai penindakan pelanggaran protokol kesehatan oleh kepolisian rentan dipermasalahkan. Alasannya, kata dia, PSBB tidak diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.
“PSBB belum ada dasar undang-undangnya, pelaksanaannya diserahkan kepada daerah. Jadi penegakan hukum terkait protokol kesehatan ini seharusnya ada di pemerintah daerah, salah satunya lewat Satpol PP,” ujarnya.
“Ini sebenarnya pelanggaran administratif, bukan kejahatan. Semestinya pemda yang progresif menegakan aturan itu,” kata Fickar.
Meski begitu, kepolisian mengklaim berwenang menindak orang-orang yang tak menuruti protokol kesehatan.
Salah satu ketentuan yang dirujuk kepolisian adalah Instruksi Presiden 6/2020 yang diterbitkan 4 Agustus lalu.
“Ada Instruksi Presiden agar Polri bersama TNI bekerja sama dengan pemerintah daerah, untuk melakukan patroli, pengawasan, penertiban, serta penegakan hukum terkait pelanggaran protokol kesehatan,” kata Awi Setiono.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk mengklarifikasi terkait kerumunan massa di markas Front Pembela Islam (FPI) yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Anies Baswedan tiba di Polda Metro Jakarta sekitar pukul 09.45 WIB.
“Hari ini, saya datang ke Mapolda (Metro Jaya) sebagai warga negara untuk memenuni undangan Polda,” kata Anies Baswedan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Menurutnya, dia menerima surat undangan klarifikasi bertanggal 15 November 2020. “Yang saya terima kemarin (Senin) 16 November, pukul 14.00 siang.”
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah melayangkan surat klarifikasi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk meminta keterangan terkait kerumunan massa pada beberapa acara yang digelar pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Pengumuman pemanggilan Anies Baswedan ini bersamaan dengan pemberitahuan pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Jawa Barat, karena dianggap tidak melaksanakan perintah penegakan protokol kesehatan.
Pencopotan ini diumumkan setelah Menkopolhukam Mahfud Md, dalam jumpa pers resmi, Senin (16/11/2020) siang, mengatakan akan memberikan sanksi kepada aparat keamanan yang tidak mampu bertindak tegas dalam menegakkan aturan protokol kesehatan Covid-19.
Mahfud MD juga mengatakan, pelanggaran protokol kesehatan terkait acara Maulid Nabi dan pesta pernikahan anak pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab di Jakarta, merupakan “kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta”.
Mahfud MD juga mengeklaim bahwa pihaknya sudah “memperingatkan”Gubernur Provinsi DKI Jakarta agar meminta penyelenggara acara itu mematuhi protokol kesehatan.
Pada Senin (16/11/2020) pagi, Presiden Joko Widodo menginstruksikan TNI-Polri beserta Satuan Tugas Penanganan Covis-19 untuk menindak tegas siapapun yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Hal ini disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas membahas laporan Komite penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional di Istana Merdeka, Senin.
Pernyataan Presiden dan Mahfud ini muncul setelah masyarakat melontarkan kritikan terhadap apa yang disebutkan sebagai sikap tidak konsisten pemerintah terkait pelanggaran protokol kesehatan.
Kritikan ini menyebut pemerintah dianggap bersikap tebang pilih, utamanya saat menyikapi beberapa acara keramaian yang digelar pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Mereka menganggap pemerintah terkesan membiarkan pelanggaran protokol kesehatan melalui aktivitas kerumunan massa FPI saat penjemputan Rizieq Shihab di bandara Soekarno-Hatta, acara penikahan anaknya di markas FPI di Jakarta, serta acara keramaian mereka di kawasan Puncak, Jawa Barat.
Menanggapi berbagai kritikan itu, Senin (16/11), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pihaknya tidak bersikap “basa-basi” saat memberikan denda kepada Rizieq Shihab karena telah melanggar protokol kesehatan.
Anies mengatakan sanksi itu disebutnya sebagai bukti bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta “serius” dalam menangani pandemi covid-19.
“Keseriusan itu dicerminkan dengan aturan dan sanksi denda. Sanksi denda di DKI itu bukan basa-basi, Rp50 juta itu membentuk perilaku,” kata Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (16/11/2020).
Sumber : BBC