Esensinews.com – Richard Muljadi resmi ditetapkan sebagai tersangka dan resmi ditahan di Polda Metro Jaya, sebelumnya ia ditangkap di toilet sebuah restoran di SCBB setelah diketahui menghisap kokain, Rabu (22/8/2018) dini hari sekitar pukul 01.00.
Menurut keterangan yang diperoleh dari pihak Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menyebut bahwa Richard diancam yang tertuang dalam Pasal 112 ayat (1).
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8 miliar sedangkan Pasal 127 ayat 1a berbunyi (1) Setiap penyalah guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Menanggapi hal itu, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol. (purn) Anang Iskandar Kamis (24/8/2018), menjelaskan, bahwa penyalahgunaan narkoba adalah orang yang sakit adiksi (kecanduan) yang wajib disembuhkan dari sakit itu.
Menurut dia, ada ribuan penyalahguna narkotika ketika ditangkap kedapatan membawa memiliki menguasai narkotika dalam jumlah tertentu sedikit, untuk dikonsumsi sendiri ,salah satunya adalah Richard Mulyadi cucu konglomerat yang beberapa hari yang lalu tertangkap secara kebetulan oleh Kombes Pol. Herry di restoran Mal Pasific Place Jakarta dan menyerahkan penanganannya ke Polda Metro Jaya.
Lanjut kata mantan Kabareskrim ini, perkara narkotika yang menjerat Richard dan perkara penyalahguna lainnya berdasarkan undang-undang wajib bagi penyidik, penuntut umum dan hakim untuk penegakan hukumnya bersifat rehabilitatif, ujar Kabareskrim tahun 2016-2016 ini.
Sedangkan, terhadap pemasok atau pensupply kebutuhan Richard, penyidik wajib mencari dan menemukan siapa pengedarnya, jaksa menuntut dan hakim menghukum dengan tindakan bersifat represif agar berefek jera kepada pengedar, jelas Anang Iskandar.
Terhadap perkara Richard dengan barang bukti dengan jumlah gramasi sedikit, dan hasil pemeriksaan bahwa dia membawa narkotika untuk dikonsumsi sendiri, serta secara laboratorium telah diperiksa, menunjukan tanda sebagai penyalahguna narkotika.
Maka, langkah penting penyidik adalah memastikan Richard terlibat sebagai pengedar atau tidak. Kalau tidak terlibat sebagai pengedar, jelas Richard adalah sebagai penyalah guna yang secara yuridis penegakan hukumnya bersifat rehabilitatif yaitu ditempatkan ke dalam lembaga rehabilitasi sesuai amanat UU narkotika.
“Dengan tindakan rehabilitatif penyidik punya informan berharga, dengan menggali keterangan Richard sang informan maka penyidik memiliki peta informasi untuk menemukan siapa pengedarnya”, jelasnya.
Tidak menutup kemungkinan dengan tindakan yang bersifat rehabilitatif dengan cara melindungi menyelamatkan melalui upaya merehabilitasi tersangka Richard dengan demikian Richard bisa menjadi penyebab (whistle blower) terkuaknya jaringan peredaran gelap narkotika khususnya kokain di Indonesia.
Penyidikan kasus ini harus diawasi secara benar, karena tersangka nya adalah cucu konglomerat yang menjadi sorotan masyarakat. Berdasarkan UU narkotika Pasal 4 maka tersangka seperti Richard di jamin untuk mendapatkan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial serta mendapatkan perlindungan dan penyelamatan dari dampak buruk penggunaan narkotika.
Dalam PP 25 tahun 2011 pasal 13, penyidik, penuntut umum dan hakim diberi kewenangan untuk menempatkan penyalahguna ke dalam lembaga rehabilitasi sesuai tingkat pemeriksaannya. Oleh karena itu penyidik dan penegak hukum lainnya berkewajiban melakukan upara rehabilitasi bagi tersangka Richard.
“Secara khusus terhadap perkara Richard ini hakim wajib memperhatikan kewenangan yang diberikan UU berdasarkan pasal 103 yaitu menghukum rehabilitasi baik terbukti salah maupun tidak terbukti salah di pengadilan. Artinya penyalah guna berdasarkan UU tidak boleh ditahan maupun dipenjara melainkan ditempatkan dilembagai rehabilitasi dan dihukumnya pun dengan hukuman rehabilitasi”, kata purnawirawan bintang tiga ini.
Selanjutnya dia mengatakan, tugas penyidik dan penegak hukum sungguhnya adalah mengungkap siapa pelaku peredaran narkotika mulai dari pengecer, pengedar, importir dan orang orang yang mengendalikan bisnis narkotika itu di Indonesia.
Untuk kasus tersebut Anang menuturkan, ini harus menjadi konsentrasi penegakan hukum, tangkap mereka, hukum mereka dengan menerapkan sangsi yang ancamannya berupa pidana seumur hidup atau hukuman mati, sita aset mereka dengan tindak pidana pencucian uang serta putus jaringan bisnis narkotikanya agar punya nilai efek jera.
Editor : Ateng